ArticleLogistic  Pengadaan Bukan Sekedar Tender
Jumat, 21 Februari 2014
Logistic
Pengadaan Bukan Sekedar Tender
by: Khalid Mustafa
Procurement Specialist
Foto Pengadaan Bukan Sekedar Tender

(Sebuah studi kasus kegagalan cetak UN 2013)

Pemberitaan tentang penundaan Ujian Nasional (UN) 2013 di 11 Propinsi turut mendominasi pemberitaan disela-sela jatuhnya pesawat Lion Air. Media cetak dan elektronik berlomba mengangkat permasalahan langka ini karena memang baru kali ini terjadi di Indonesia.

Berbagai analisis muncul dari pengamat maupun masyarakat. Banyak yang menganggap ini merupakan sebuah indikasi adanya penyelewengan dan bahkan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit terhadap Kemdikbud dan perusahaan percetakan.

Pada tulisan ini saya akan mencoba melihat dari segi yang lain sesuai dengan bidang kemampuan saya yaitu dari sisi pengadaan barang/jasa pemerintah yang lebih dikenal di masyarakat dengan kata “tender” atau “lelang”

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pengadaan merupakan kegiatan untuk memperoleh barang/jasa yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan hingga diselesaikannya kegiatan untuk memperoleh barang/jasa.

Berdasarkan ketentuan ini, jelas bahwa pengadaan itu bukan sekedar tender, pengadaan juga bukan sekedar lelang, tetapi pengadaan itu dimulai dari perencanaan kebutuhan.

Sebuah proses pengadaan bukan muncul secara tiba-tiba dan mendadak, kecuali kondisi darurat, melainkan sudah direncanakan sebelumnya.

Sebagian besar permasalahan pengadaan saat ini justru dimulai dari perencanaan. Alangkah banyak pengadaan barang/jasa tidak direncanakan dengan cermat sehingga penyusunan kebutuhannya tidak didasarkan kepada telaah, dokumen pendukung yang tidak lengkap, spesifikasi yang sekedar “copy paste” dari brosur, dan dokumen-dokumen pengadaan yang tidak sesuai dengan aturan pengadaan.

Kembali ke Ujian Nasional. UN merupakan hajatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang rutin dilaksanakan setiap tahun, sehingga proses perencanaannya seharusnya sudah jelas sesuai dengan program kerja Kemdikbud.

Secara anggaran, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, sejak bulan Desember seharusnya anggaran sudah disetujui dan disahkan, sehingga berdasarkan aturan pengadaan barang/jasa, proses pengadaan juga sudah dapat dilaksanakan sejak Desember 2012.

  • Tahapan Pengadaan

Tahapan awal pengadaan setelah keluarnya RKA K/L adalah pengkajian ulang rencana umum pengadaan (RUP) yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Tujuan dari Pengkajian Ulang RUP ini untuk melakukan pengkajian tentang kebijakan umum khusunya mengenai pemaketan pekerjaan, rencana anggaran dan biaya, serta Kerangka Acuan Kerja (KAK)

Pada tahap pengkajian ulang RUP ini, segala kendala mengenai pemaketan pekerjaan dibahas dan diselesaikan, juga diputuskan apakah dibuat dalam satu paket atau dibagi menjadi beberapa paket berdasarkan kompleksitas, lokasi, maupun kesatuan sistem. Kekurangan terhadap anggaran biaya dan kesalahan kode akun juga dibahas pada tahap ini sehingga keluhan kurangnya anggaran serta adanya temuan kesalahan akun belanja dapat dihindari. KAK atau yang sering juga dikenal dengan nama Term Of Reference (TOR) juga menjadi hal utama yang harus dipersiapkan.

Setelah dilakukan pengkajian dan revisi anggaran (apabila diperlukan), maka tahapan berikutnya adalah penyusunan rencana pelaksanaan pengadaan yang terdiri atas 3 hal, yaitu penyusunan Spesifikasi Teknis, Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dan Rancangan Kontrak yang dilakukan oleh PPK.

Tahapan ini amat krusial, karena baik buruknya pelaksanaan pengadaan serta nilai paket penawaran peserta amat bergantung pada tahapan ini.

Setelah Spesifikasi teknis, HPS dan rancangan kontrak selesai, maka berikutnya adalah tahapan pemilihan penyedia yang dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Panitia Pengadaan.

Tahapan inilah yang dikenal dengan nama lelang atau tender.

Panitia lelang melakukan pemilihan tentu berdasarkan spesifikasi teknis yang telah disusun oleh PPK, juga menetapkan pemenang berdasarkan harga penawaran di bawah nilai HPS. Panitia juga bertanggung jawab atas kesesuaian kondisi penyedia dengan persyaratan yang telah ditentukan dalam dokumen pengadaan.

Output dari tahapan ini adalah ditetapkannya pemenang lelang atau penyedia barang/jasa berdasarkan evaluasi penawaran dan kualifikasi yang telah dilakukan oleh panitia pengadaan.

Setelah penyedia barang/jasa ditetapkan, maka berikutnya adalah penandatanganan dan pelaksanaan kontrak yang dilakukan antara PPK dengan penyedia barang/jasa.

Pelaksanaan kontrak juga tidak dapat dilepaskan begitu saja karena salah satu tugas pokok dari PPK adalah mengendalikan pelaksanaan kontrak, termasuk apabila ada keterlambatan dalam pelaksanaan kontrak yang turut bertanggung jawab adalah PPK.

Tahapan terakhir dari pengadaan barang/jasa adalah pemeriksaan dan serah terima pekerjaan.

Dari paparan ini jelas terlihat bahwa lelang atau tender hanyalah salah satu tahapan dalam pengadaan barang/jasa.

  • UN 2013 dan Pengadaan Barang/Jasa

Membaca kasus yang terjadi pada minggu ini serta melihat komentar dari PT. Galia Indonesia mengenai ketidakmampuannya mengejar target yang telah ditetapkan, maka ada beberapa catatan, yaitu:

  1. Apakah Kemdikbud sudah memetakan kemampuan penyedia barang/jasa pada saat perencanaan khususnya pada saat pemaketan pekerjaan? Hal ini karena UN 2013 lebih rumit dibandingkan dengan UN sebelumnya, dengan adanya perbedaan jumlah variasi soal yang amat banyak. Variasi ini menyebabkan jumlah pengamplopan menjadi berlipat-lipat ganda sehingga waktu, tenaga, ruangan, dan sarana yang dibutuhkan tentu akan lebih besar dibandingkan UN tahun sebelumnya
  2. Apakah Kemdikbud sudah memberikan waktu yang cukup untuk pelaksanaan pekerjaan? Hal ini karena pelaksanaan pelelangan terlihat lebih lambat dibanding tahun-tahun yang lalu. Pada tahun 2011, saat pelelangan tidak dipusatkan sehingga volume pekerjaan lebih sedikit, proses lelang dilaksanakan pada bulan Januari sehingga percetakan sudah mulai bekerja pada bulan Februari. Tahun 2012, saat pertama kali lelang dilakukan terpusat, proses lelang dimulai pada bulan Desember. Tahun 2013 ini, saat soal menjadi lebih rumit, proses lelang dimulai pada akhir Januari sehingga perusahaan baru bekerja pada bulan Maret. Tentu saja waktu yang sama tapi tingkat kesulitan yang berlipat ganda akan menimbulkan resiko yang berlipat ganda juga.

Berdasarkan hal tersebut dan untuk mencegah terjadinya hal yang serupa dimasa akan datang apabila proses pengadaan tetap dilakukan secara terpusat, maka:

  1. Perbaiki perencanaan, termasuk penyusunan Prosedur Operasi Standar (POS) UN harus dipercepat. Karena sifatnya sudah sama dari tahun ke tahun, hanya perbaikan dari segi variasi soal, sebaiknya sudah diselesaikan paling lambat bulan Oktober/Nopember tahun sebelumnya.
  2. Laksanakan pelelangan secepatnya. Malah saya mengusulkan agar paling lambat di bulan Desember sudah harus selesai dan kontrak dapat ditandatangani pada bulan Januari. Hal ini dimungkinkan berdasarkan aturan pengadaan, karena Perpres Nomor 70 Tahun 2012 yang merupakan perubahan kedua Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah membolehkan pelelangan di Kementerian mendahului penetapan tahun anggaran asal anggaran sudah disetujui oleh DPR. Pelelangan yang lebih cepat juga akan mengatasi apabila adanya sanggahan dan sanggahan banding yang akan mengurangi waktu pekerjaan.
  3. Perketat kontrol pada saat pelaksanaan pekerjaan. Hal ini karena titik kritis justru pada saat pelaksanaan. Kalau perlu pelaksanaan kontrak kritis yang dikenal pada pekerjaan konstruksi juga diterapkan dalam pekerjaan ini, sehingga apabila ada tanda-tanda keterlambatan maka segera dapat diatasi dengan cepat.
  4. Berikan sanksi kepada penyedia yang tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak. Salah satu sanksi yang dikenakan adalah denda keterlambatan. Tetapi apabila pekerjaan tersebut tidak membolehkan keterlambatan, maka sanksinya adalah pemutusan kontrak, pencairan jaminan pelaksanaan, serta pengenaan daftar hitam (blacklist) dalam bentuk larangan mengikuti pelelangan di Indonesia selama 2 (dua) tahun.

Semoga apa yang terjadi saat ini dapat menjadi pelajaran untuk lebih baik ke depan.

Banner training Logistic
Artikel lainnya