(Tulisan 3 dari 101 Permasalahan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)
2 kata utama dalam perencanaan pengadaan, yaitu “identifikasi kebutuhan” sebenarnya merupakan kata yang amat jelas menggambarkan perencanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kebutuhan berakar dari kata butuh yang berarti “sangat perlu menggunakan” atau “memerlukan.”
Berdasarkan Peraturan Kepala (Perka) LKPP Nomor 14 Tahun 2012 tentang Juknis Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa pemerintah, dalam mengidentifikasi kebutuhan barang/jasa, Pengguna Anggaran (PA) terlebih dahulu menelaah kelayakan barang/jasa yang telah ada/dimiliki/dikuasai, atau riwayat kebutuhan barang/jasa dari kegiatan yang sama, untuk memperoleh kebutuhan riil.
Dari hal ini dapat disimpulkan ada 3 hal yang harus diperhatikan pada saat menyusun kebutuhan barang/jasa dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, yaitu:
Terkadang dalam pelaksanaan pengadaan, karena perencanaan hanya berdasarkan alokasi anggaran semata, maka pengadaan barang/jasa tidak lagi melihat jumlah barang yang sudah ada. Karena anggaran tersedia dan harus dihabiskan secepatnya, sedangkan waktu pelaksanaan semakin mepet karena mengadapi akhir tahun, maka pilihan yang ada adalah mengadaan barang/jasa yang mudah serta cepat.
Salah satu “sasaran” pengadaan yang dianggap cepat adalah pengadaan perangkat komputer seperti PC atau laptop. Tanpa melihat jumlah PC atau laptop yang sudah ada, tapi karena mudah diadakan, maka diadakan menggunakan dana APBN-P atau APBD-P. Ketika perangkat tiba, justru jumlah PC atau laptop menjadi lebih banyak daripada jumlah penggunanya.
Sudah sering terdengar, barang yang dibeli hanya tersimpan di gudang tanpa dimanfaatkan, bahkan hingga barang tersebut rusak karena tidak terpakai. Hal ini terjadi karena saat mengadakan barang, tidak dilihat kondisi barang yang sudah dimiliki saat ini yang rupanya masih bermanfaat dan masih digunakan secara intensif. Apalagi jika jenis dan tipe barang yang baru tidak sama dengan barang yang sudah ada dan dimanfaatkan oleh pengguna, sehingga dengan alasan tidak familiar, maka barang tersebut tidak dimanfaatkan.
Ini sungguh merupakan pemborosan terhadap keuangan negara.
Seberapa banyak Pengguna Anggaran sebelum merencanakan pengadaan terlebih dahulu membuka aplikasi atau mengecek daftar barang yang dimiliki serta kondisinya?
Seberapa banyak Pengguna Anggaran yang sebelum mengadakan barang mengecek aturan mengenai jenis barang/jasa yang dibutuhkan anggotanya untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta membandingkan dengan kondisi yang ada?
Seberapa banyak Pengguna Anggaran mengecek kondisi barang yang telah dimiliki serta menetapkan prioritas terhadap barang yang sudah mengalami kerusakan parah serta perlu diganti secepatnya dibandingkan dengan mengadaan barang yang tidak prioritas atau sekedar keinginan pribadi belaka?
Semoga identifikasi kebutuhan dapat dimulai dari telaah kelayakan dan kebutuhan, bukan sekedar perwujudan nasfu menghabiskan anggaran negara.