Banyaknya potensi Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang secara karakteristik
hasil karya berbeda dari negara manapun, pemerintah mendorong dan memberikan
banyak fasilitas melalui Paket Kebijakan Ekonomi. Dukungan IKM terhadap
perekonomian Indonesia adalah sebagai pondasi menjaga dari terjangan krisis di
Indonesia dan mampu menyerap hingga mencapai 97 persen dari seluruh tenaga kerja
di Indonesia. Ironisnya, perusahaan besar dan asing yang hanya menyerap 3 persen
justru menguasai hampir separuh Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, yaitu
sebesar 43 persen.
Selanjutnya dari 3% itu, 60 persennya adalah perusahaan asing. Jadi kalau
investor asing tersebut eksodus keluar negeri dengan mudahnya akan kembali drop.
Maka sayangilah UMKM, dari melihat sisi potensinya yang luar biasa ini. UKM
mendominasi pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan menyumbang sekitar 56,5 persen
PDB dan dapat menyerap tenaga kerja 97,2 persen (data tahun 2012) yang sebarannya
lebih merata di setiap daerah. Selain itu, jumlahnya banyak dan rapat, karena
terdapat 100 UMKM per 1.000 penduduk, di mana Indonesia menduduki posisi ke-2
dari 132 negara (World Bank, 2010).
Permasalahan awal adalah IKM butuh bahan baku impor untuk tujuan ekspor tanpa
fasilitas dimana fasilitas tersebut sudah sangat lama dinikmati oleh pengusaha
besar. Selama ini untuk impor bahan baku yang barang jadinya untuk ekspor IKM
tidak mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak impor, sedangkan
perusahan besar sudah mendapatkan fasilitas tersebut dikenal dengan Fasilitas
Kemudahan Impor Tujuan EKspor (IKM). Kemudian untuk aktifitas importasi pengusaha
IKM kesulitan karena tidak memiliki API dan NIK. Importasi mereka tidak hanya
bahan baku saja melainkan barang modal seperti mesin mesin dan peralatannya.
Maka dari itu pemerintah melalui Bea Cukai memberikan fasilitas berupa
Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) guna mendukung IKM yang berorientasi ekspor
agar dapat bersaing dalam pasar global. Dengan fasilitas yang diberikan oleh Bea
Cukai, maka pengusaha IKM akan menikmati:
- Fasilitas fiskal berupa pembebasan bea masuk dan PPN impor untuk bahan
baku serta untuk mesin dan/atau peralatan kepada IKM berorientasi ekspor;
- Diberikan fasilitas serta prosedur kepabeanan yang mudah dan applicable
bagi IKM;
- Pemenuhan kebutuhan bahan baku secara mudah dan murah;
- Membuka saluran
ekspor hasil produksi melalui mekanisme konsolidasi ekspor dan penyediaan
(pooling) barang ekspor di PLB.
Berikut syarat utnuk mendapatkan Fasilitas KITE IKM merujuk kepada
Undang-Undang No.20 Tahun 2008 tentang UMKM dan Permenperin No.11 Tahun 2014
terkait IKM:
Industri kecil |
Industri menengah |
- Kekayaan bersih atau nilai investasi lebih dari Rp. 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah); atau
- Hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan Rp. 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus
juta rupiah).
|
- Kekayaan bersih atau nilai investasi lebih dari Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah); atau
- Hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua miliar
lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah)
|
Syarat yang lain untuk mendapatkan fasilitas KITE IKM Mengajukan permohonan
Nomor Induk Perusahaan (NIPER) IKM kepada Bea Cukai dengan melampirkan:
- Tanda Daftar Industri (TDI) atau Ijin Usaha Industri (IUI), atau
sejenisnya;
- Bersedia dan mampu mendayagunakan sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk
pengelolaan barang fasilitas KITE IKM;
- Memiliki atau menguasai lokasi untuk kegiatan produksi;
- Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Dalam proses pelaksanaan importasi nya, pengusaha KITE IKM yang telah
mendapakan Nomor Induk Perusahaan (NIPER) dapat mencantumkan NIPER tersebut pada
dokumen pabean impor ketika akan mengimpor bahan baku sehingga dengan bukti itu
bisa Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor bisa ditangguhkan/dibebaskan. Kalau
industri besar, ketika impor dengan fasilitas KITE wajib menyerahkan jaminan
kepabeanan, namun pengusaha IKM, kewajiban penyerahan jaminan tersebut
dikecualikan untuk importasi dengan persyaratan sebagai berikut:
- Industri kecil, paling banyak Rp. 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta
rupiah) dalam 1 (satu) tahun;
- Industri menengah, paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)
dalam 1 (satu) tahun.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban setelah mendapatkan fasilitas KITE IKM,
pengusaha IKM dalam pengolahan bahan baku menjadi barang jadi maka kegiatannya
dilaporkan dalam bentuk sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan
barang fasilitas KITE IKM. Namun apabila IKM tidak mampu melakukan sendiri
pertimbangan skala ekonomis atau masalah administratif (misal tidak memiliki
NIK), dapat memperoleh bahan baku impor dan/atau mengekspor hasil produksi
melalui PLB IKM dan melalui Konsorsium KITE. Konsorsium KITE adalah badan usaha
atau gabungan IKM yang melakukan kegiatan pembiayaan, impor IKM, dan ekspor IKM
bersama. Pembentukan Konsorsium KITE dengan cara mengajukan permohonan kepada
Bea Cukai.
Sebagai media pengawasan Bea Cukai kepada pengusaha IKM adalah melalui IT
Inventory. Demikian juga IKM penerima fasilitas KITE harus mendayagunakan IT
Inventory. Fasilitas untuk IT Inventory tersebut disediakan oleh Bea Cukai dalam
bentuk sistem aplikasi (modul) kepabeanan untuk pengelolaan barang fasilitas
KITE IKM. IKM wajib mendayagunakan modul tersebut sehingga barang yang diimpor
dengan fasilitas KITE dapat tercatat dan dipertanggungjawabkan dengan modul
dimaksud.
Jadi tunggu apalagi ayoo kita sambut Fasilitas ini karena IKM terbukti sangat
tangguh menghadapi berbagai terpaan krisis. Kita perkuat IKM untuk ketahanan
Ekonomi Nasional secara makro.