HPS sebenarnya digunakan untuk menghitung kebutuhan barang/jasa, rincian, dan
alokasi jadwalnya di dalam aktivitas proyek, penerapannya pada proyek
konstruksi, proyek IT, dan event, itulah sebabnya kita selalu melihat literatur
HPS dalam manajemen proyek.
Sedangkan metode peramalan digunakan untuk menghitung kebutuhan barang/jasa,
rincian, dan alokasi jadwalnya dalam aktivitas yang berkelanjutan (repeat
order), penerapannya pada perhitungan kebutuhan persediaan bahan baku, energi,
komponen, supplies, dll, ada data dari aktivitas sebelumnya yang walaupun sifatnya
dinamis ada kecenderungan berulang lagi, dijadikan rujukan dalam membuat
peramalan, itulah sebabnya kita selalu melihat literatur metode peramalan dalam
proses produksi dan operasional.
Hal lainnya, yang krusial dan kritis adalah, "timing", kapan HPS dan
metode peramalan sebaiknya dibuat dan dipersiapkan, "best
practices" menyatakan, HPS dan metode peramalan, sebaiknya dibuat saat
kebutuhan itu direncanakan, untuk membantu membuat budget yang mendekati
presisi, memberi gambaran tentang aktivitas apa saja yang akan terjadi, dan apa langkah yang harus segera dilakukan para pihak terkait proses pengadaan,
pelaksana kegiatan, dan pengawasan.
Apakah ada persepsi bahkan regulasi yang "kurang pas" dengan
"best practices", tersebut?, misalnya:
- Idealnya menggunakan metode peramalan malah menggunakan HPS
- Idealnya menyusun HPS dan metode peramalan saat kebutuhan itu direncanakan,
bukan saat mendekati pelaksanaan proses pengadaan/pembelian.
Dampak dari menerapkan fungsi dan peran HPS serta metode peramalan pada
tempatnya, akan merubah proses pengadaannya itu sendiri, HPS akan dibuat untuk
pekerjaan proyek, pola seleksi penyedianya dengan mekanisme tender.
Kemudian metode peramalan akan dibuat untuk kebutuhan yang berkelanjutan (repeat
order), pola seleksinya dengan memilih salahsatu dari minimum 3 penawaran di
daftar rekanan yang ada di e-Katalog.
Saatnya para akademisi dari disilpin ilmu terkait, praktisi dari berbagai bidang
yang menjalankan proses Procurement dan Supply Chain Management, serta regulator
yang berwenang membuat rambu2 aturan di bidang ini, "duduk bersama"
untuk menciptakan "link dan match", agar bangsa Indonesia juga
sejajar dan sepaham dengan bangsa lain di dunia dalam pelaksanaan "Public
Procurement", agar mandat para pembayar pajak dan pembeli/pemegang Surat
Utang Negara, sebagai para pihak yang ikut berkontribusi dalam pembiayaan anggaran
negara, terpenuhi.