ArticleTax  Penghasilan yang Terkait dengan PPh Pasal 21
Rabu, 22 Januari 2014
Tax
Seri Update PPh Pasal 21
Penghasilan yang Terkait dengan PPh Pasal 21
by: Prianto Budi Saptono
Foto Penghasilan yang Terkait dengan PPh Pasal 21

3. Penghasilan yang Terkait dengan PPh Pasal 21

Pemotongan PPh Pasal 21 terkait dengan ketentuan dalam Pasal 21 UU PPh yang mengatur tentang pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan

  • pekerjaan,
  • jasa, atau
  • kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

Tabel I.1 Perbedaan Objek PPh Pasal 21 dan Objek PPh Pasal 23

Penerima penghasilan Jenis WP Jenis PPh yang dipotong
a. KAP Adigang Orang Pribadi PPh Pasal 21
b. KKP Adigung & Adiguna Badan PPh Pasal 23
c. Kantor Pengacara Ani Pulagi, SH., LLM Orang Pribadi PPh Pasal 21
d. Notaris Ketty Puterus SH, MKn Orang Pribadi PPh Pasal 21

Sebagai ilustrasi sederhana, pada bulan Januari 2013 PT MBR membayarkan biaya profesional kepada konsultannya yang terdiri dari kantor akuntan publik (KAP), kantor konsultan pajak (KKP), dan kantor pengacara seperti terlihat pada Tabel I.1. Walaupun keempat profesional di atas memiliki kantor, atas penghasilan KAP Adigang, Kantor Pengacara Ani Pulagi, SH., LLM, dan Notaris Ketty Puterus, SH., MKn. tetap dipotong PPh Pasal 21 karena ketiga wajib pajak tersebut merupakan orang pribadi. Lain halnya dengan KKP Adigung & Adiguna yang merupakan WP Badan. Dengan demikian, penghasilan yang dibayarkan oleh PT MBR dipotong PPh Pasal 23

A. Benefit in Cash versus Benefit in Kind

Menurut Pasal 4 UU PPh, penghasilan didefinisikan sebagai

  • setiap tambahan kemampuan ekonomis
  • yang diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis) Wajib Pajak,
  • baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
  • yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
  • dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Di dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh diatur bahwa penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang PPh merupakan objek pajak, dalam hal ini objek PPh Pasal 21.

Di Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh disebutkan bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

Objek pemotongan PPh Pasal 21 adalah penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Secara rinci teknis pemotongan PPh Pasal 21 dijabarkan di dalam beberapa peraturan pelaksanaan, seperti:

  • Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008,
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.03/2008,
  • Peraturan Dirjen Pajak No. Per-31/PJ/2009 s.t.d.d. (sebagaimana telah diubah dengan) Per- 57/PJ/2009 dan Per-31/PJ/2012, Peraturan Pemerintah No. 68/2009,
  • Peraturan Pemerintah No. 80/2010 dan
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 262/PMK.03/2010

Tabel I.2 Objek Pemotongan PPh Pasal 21

Pemberi Penghasilan

Jenis Penghasilan

Benefit in cash (BIC) Benefit in kind (BIK)
1) Pemerintah Objek Pajak Non Objek Pajak
2) Non Wajib Pajak Objek Pajak Objek Pajak
3) Wajib Pajak yang dikenakan PPh final Objek Pajak Objek Pajak
4) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit) Objek Pajak Objek Pajak
5) Wajib Pajak Lainnya (selain di atas) Objek Pajak Non Objek Pajak

Sumber: Diolah dari Pasal 4 ayat (1) huruf a dan ayat (3) huruf d UU PPh

Secara ringkas ketentuan di atas tergambar pada Tabel I.2. Pemberi penghasilan non wajib pajak yang dimaksud di dalam tabel di atas di antaranya adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi internasional yang digolongkan sebagai non subjek pajak menurut Keputusan Menteri Keuangan. Untuk WP yang dikenakan PPh final, contohnya adalah perusahaan yang bergerak di dalam persewaan tanah/bangunan dan perusahaan konstruksi, sedangkan WP dengan deemed profit di antaranya adalah

  • Perusahaan charter pesawat (475/KMK.04/1996),
  • Perusahaan pelayaran dalam negeri (416/KMK.04/1996),
  • Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang bergerak di bidang pelayaran/penerbangan dalam jalur internasional (632/KMK.04/1994), dan
  • WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia (634/KMK.04/1994).

Pengenaan deemed profit ini sesuai dengan Pasal 15 UU PPh yang pengaturan lebih detilnya melalui Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana diuraikan ringkas di atas.

B. Objek PPh Pasal 21

Gambar 1 Pembagian Penghasilan sebagai Objek PPh Pasal 21
Sumber: Diolah dari Pasal 4 UU PPh

Objek PPh Pasal 21 terdiri dari penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh WP orang pribadi dalam negeri. Ringkasannya terlihat pada Tabel I.3. Tabel tersebut mengacu pada peraturan terbaru terkait dengan perhitungan PPh Pasal 21, sebagaimana diatur di dalam PerDirjen Pajak No. Per-31/PJ/2012 yang berlaku mulai 1 Januari 2013 (Lihat Lampiran 1). Hal ini terkait dengan perubahan PTKP sebagaimana diatur di dalam PerMenkeu No. 162/PMK.011/2012.

Secara garis besar penghasilan yang terkait dengan Pasal 21 UU PPh terlihat pada Gambar I.1. Sesuai dengan PerMenkeu No. 252/PMK.03/2008, objek pemotongan PPh Pasal 21 terinci sebagai berikut.

  1. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
  2. penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
  3. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
  4. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
  5. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
  6. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun;

Tabel I.3 Ikhtisar Objek PPh Pasal 21, Pengurang yang Diperbolehkan, Dan Tarif PPh Pasal 21

No

Jenis penghasilan Pengurangan Pengurangan Tarif PPh

1

Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap berupa:
  1. penghasilan teratur
    yaitu penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.
  2. penghasilan tidak teratur
    yaitu penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apa pun.

  • Biaya jabatan
  • Iuran pensiun
  • Iuran Tunjangan Hari Tua / Jaminan Hari Tua
  • PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)

Tarif Pasal 17 UU PPh x penghasilan kena pajak disetahunkan
2
  1. uang pensiun atau
  2. penghasilan sejenisnya
  1. Biaya pensiun
  2. PTKP
3 Uang pesangon [Peraturan Pemerintah No. 68/2009] --
  • 0% atas Ph bruto s.d. Rp 50 juta;
  • 5% atas Ph bruto di atas Rp 50 juta s.d. Rp 100 juta
  • 15% atas Ph bruto di atas Rp 100 juta s.d. Rp 500 juta
  • 25% atas Ph bruto di atas Rp 500 juta
4
  1. Uang Manfaat Pensiun,
  2. Tunjangan Hari Tua, atau
  3. Jaminan Hari Tua [Peraturan Pemerintah No. 68/2009]
--
  • 0% atas Ph bruto s.d. Rp 50 juta;
  • 5% atas Ph bruto di atas Rp 50 juta
5 Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, sepanjang tidak dibayarkan secara bulanan, berupa (1) upah harian, (2) upah mingguan, (3) upah satuan, (4) upah borongan atau (5) uang saku harian:
  1. penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 200.000,00 (Ketentuan lama Rp 150.000,00 menurut PerMenkeu No 254/PMK.03/2008)
-- Tidak dipotong PPh
  1. penghasilan yang melebihi Rp 200.000,00 sehari (ketentuan lama Rp 150.000,00 sehari), sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 2.025.000,00 (ketentuan lama Rp 1.320.000,00)
  • Rp 200.000,00 sehari (ketentuan lama Rp 150.000 sehari)
  • Iuran JHT/THT
5%
  1. penghasilan yang dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 2.025.000,00 (ketentuan lama Rp 1.320.000,00), tapi tidak melebihi Rp 7.000.000,00 (ketentuan lama Rp 6.000.000,00 menurut PerDIrjen Pajak Per-31/PJ/2009 s.t.d.d. Per-57/PJ/2009)
  • PTKP yang sebenarnya, yaitu PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya dan PTKP sehari adalah PTKP dibagi 360 hari.
  • Iuran JHT/THT
5%
  1. penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender melebihi Rp 7.000.000,00 (ketentuan lama Rp 6.000.000)
  • PTKP setahun
  • Iuran JHT/THT

Tarif Pasal 17 UU PPh x penghasilan kena pajak yang disetahunkan
6 Penghasilan pegawai tidak tetap yang dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima selama 1 (satu) bulan kalender telah melebihi jumlah PTKP sebulan untuk wajib pajak sendiri
  • PTKP setahun
  • Iuran JHT/TH
Tarif Pasal 17 UU PPh x penghasilan kena pajak disetahunkan
7 Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi antara lain:
  1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
  2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
  3. olahragawan
  4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
  5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
  6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
  7. agen iklan;
  8. pengawas atau pengelola proyek;
  9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara.
  10. penjaja barang dagangan yang tidak berstatus sebagai pegawai;
  11. petugas dinas luar asuransi; dan
  12. distributor perusahaan multi level marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
PTKP (sepanjang yang bersangkutan telah mempunyai NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong Pajak dan tidak memperoleh penghasilan lainnya)
  • Tarif Pasal 17 UU PPh x 50% x jumlah kumulatif penghasilan bruto dalam satu tahun kalender dari sepanjang penghasilan tersebut bersifat berkesinambungan, yaitu dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender.
  • Tarif Pasal 17 UU PPh x 50% x jumlah penghasilan bruto sepanjang penghasilan tersebut tidak bersifat berkesinambungan.
8 Imbalan kepada peserta kegiatan antara lain meliputi:
  1. perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
  2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
  3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
  4. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
  5. peserta kegiatan lainnya

dan imbalannnya antara lain berupa

  1. uang saku,
  2. uang representasi,
  3. uang rapat,
  4. honorarium,
  5. hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan
  6. imbalan sejenis dengan nama apa pun
Tidak ada Tarif pasal 17 UU PPh x jumlah bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah
9 Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh:
  1. bukan Wajib pajak;
  2. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
  3. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit)
Jenis pengurangan yang diperbolehkan disesuaikan dengan jenis penghasilan pada butir 1 s.d. 6 di atas karena penerimaan dalam bentuk natura ini digabungkan dengan jenis penghasilan tersebut. Tarif Pasal 17 UU PPh x penghasilan kena pajak disetahunkan
10 Honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama; Tidak ada Tarif Pasal 17 UU PPh x penghasilan bruto kumulatif
11 Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai;
12 Penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan
13 Penghasilan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan belanja daerah yang diterima atau diperoleh pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI dan pensiunannya Diatur tersendiri dalam PP No. 80/2010 dan PerMenkeu No. 262/PMK.03/2010 --
14 Penghasilan yang diterima oleh orang pribadi yang tidak memiliki NPWP Disesuaikan dengan jenis penghasilannya Tarif Pasal 17 UU PPh x 120% (hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final
15
  1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa
  2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh Pemerintah dan Wajib Pajak [selain Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit)]
  3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
  4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan dan persyaratan teknisnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.03/2008.
-- Tidak dipotong pajak karena bukan objek pajak

Sumber: Pasal 21 UU PPh,
PerMenKeu No. 246/PMK.03/2008,
PerMenKeu No. 252/PMK.03/2008,
PerMenKeu No. 254/PMK.03/2008 s.t.d.d. PerMenkeu No. 206/PMK.011/2012,
PerDirjen Pajak No. Per-31/PJ/2009 s.t.d.d. PerDirjen Pajak No. Per-57/PJ/2009 dan PerDirjen Pajak No. Per-31/PJ/2012
Peraturan Pemerintah No. 68/2009 juncto PerMenkeu No. 16/PMK.03/2010
Peraturan Pemerintah No. 80/2010 juncto PerMenkeu No. 262/PMK.03/2010

  1. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh
    1. bukan Wajib pajak;
    2. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
    3. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit)
      Penghasilan berupa penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya di atas didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian kenikmatan yang diberikan

Penghasilan sebagaimana dimaksud di atas yang diterima atau diperoleh orang pribadi Subjek Pajak luar negeri merupakan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26. Dalam hal penghasilan di atas diterima atau diperoleh dalam mata uang asing, penghitungan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut atau pada saat dibebankan sebagai biaya.

C. Non Objek PPh Pasal 21

Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sebagaimana telah diuraikan pada Tabel I.3 adalah:

  1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
    1. asuransi kesehatan,
    2. asuransi kecelakaan,
    3. asuransi jiwa,
    4. asuransi dwiguna, dan
    5. asuransi bea siswa
  2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan, termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, yang diberikan oleh
    1. Wajib Pajak atau pemerintah,
    2. Wajib Pajak yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan
    3. Wajib Pajak yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit);
  3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
  4. Iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.
  5. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
  6. Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
  7. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan 2008 juncto PerMenkeu No. 246/PMK.03/2008, yaitu
    1. Beasiswa diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan di dalam negeri pada tingkat
      1. pendidikan dasar,
      2. pendidikan menengah, dan
      3. pendidikan tinggi.
    2. Warga Negara Indonesia penerima beasiswa tersebut tidak mempunyai hubungan istimewa dengan :
      1. Pemilik;
      2. Komisaris;
      3. Direksi; atau
      4. Pengurus, dari Wajib Pajak pemberi beasiswa.
    3. Komponen beasiswa terdiri dari
      1. biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee),
      2. biaya ujian,
      3. biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil,
      4. biaya untuk pembelian buku, dan/atau
      5. biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.
Profil Penulis

Banner training Tax
Artikel lainnya
Foto Manajemen Proyek Konstruksi
Rabu, 22 Januari 2014
Foto Pemotong Pajak
Selasa, 21 Januari 2014
Foto Tahapan Proyek
Selasa, 21 Januari 2014
Foto Awal Mula Manajemen Proyek
Senin, 20 Januari 2014
Foto Perbedaan Pengertian
Senin, 20 Januari 2014
Foto Manajemen Proyek
Senin, 20 Januari 2014
Artikel Terkait
Foto Pemotong Pajak
Selasa, 21 Januari 2014
Seri Update PPh Pasal 21
Foto Perbedaan Pengertian
Senin, 20 Januari 2014
Seri Update PPh Pasal 21