ArticleTax  Efisiensi dalam Pajak Penghasilan Badan
Jumat, 23 Mei 2014
Tax
Grey Area & Tax Planning
Efisiensi dalam Pajak Penghasilan Badan
by: Prianto Budi Saptono
Foto Efisiensi dalam Pajak Penghasilan Badan

Strategi efesiensi PPh Badan akan lebih optimal apabila wajib pajak memahami timbulnya perhitungan penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia, yaitu UU No. 36 tahun 2008 dan peraturan pelaksanannnya. Karena terjadi perbedaan dalam perhitungan laba akuntansi dan laba kena pajak, perusahaan dapat memilih perlakuan pajak yang tepat sehingga dapat menghasilkan efisiensi pajak yang besar. Berikut ini adalah beberapa cara tax planning untuk PPh Badan.

1. Menunda Penghasilan

Misalnya, pembukuan perusahaan ditutup pada tanggal 31 Desember. Pada bulan Desember tersebut terdapat lonjakan permintaan. Pajak atas laba akibat lonjakan permintaan tersebut sudah harus dibayar paling lambat bulan April tahun berikutnya. Di samping itu, angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya otomatis akan menjadi lebih besar. Bila memungkinkan, pengusaha dapat melakukan pendekatan kepada konsumen dan menjual barangnya pada awal bulan Januari tahun berikut. Dengan demikian, pembayaran pajaknya dapat ditunda 1 tahun.

Uraian Normal Alternatif 1 Alternatif 2
a. Peredaran usaha tahun 2010 1.000.000 850.000 1.000.000
b. Biaya (700.000) (700.000) (850.000)
c. Ph neto (a+b) 300.000 150.000 150.000
d. Kompensasi rugi fiskal - - -
e. Taxable Income (c+d) 300.000 150.000 150.000
f. PPh (25%) 75.000 37.500 37.500
g. Kredit pajak - - -
h. PPh hrs dibayar sendiri (f+g) 75.000 37.500 37.500
i. Angsuran PPh 25 tahun 2011 (1/12 x h) 6.250 3.125 3.125

Berdasarkan tabel di atas, Alternatif 1 menggambarkan pengakuan penghasilan ditunda, sedangkan Alternatif 2 menjelaskan pembebanan biaya dipercepat. Kedua alternatif tersebut menghasilkan efek pajak yang sama. Namun demikian, keputusan bisa berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain karena faktor dalam pengambilan keputusan tidak hanya dari pertimbangan pajak.

2. Mempercepat Pembebanan Biaya

Pada akhir tahun fiskal sebaiknya dilakukan review untuk melihat apakah ada biaya-biaya yang dapat segera dibebankan pada tahun ini. Misalnya, biaya konsultan hukum, konsultan pajak, dan auditor. Dengan demikian, seperti halnya dengan penundaan penghasilan, langkah seperti ini akan dapat menunda pembayaran pajak setahun. Contoh pada tabel sebelumnya menggambarkan hal ini, khususnya Alternatif 2.

Namun demikian, di sisi lain, konsekuensi pembebanan biaya seperti di atas dapat mengakibatkan kewajiban pemotongan pajak seperti PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 (2) sudah harus dilakukan. Untuk itu, perusahaan juga harus mempertimbangkan aspek perpajakan yang satu ini.

Ketika perusahaan untung, alternatif mempercepat pembebanan biaya seperti di atas akan lebih efektif karena PPh Badan dapat diturunkan sampai dengan 25% dari total biaya yang dibebankan, sedangkan dari sudut PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4(2), perusahaan harus memotong pajak sebesar 2% untuk PPh Pasal 23 atau 3%, 4%, 6% atau 10% untuk PPh Pasal 4(2) tergantung jenis penghasilannya dan tahun perolehan penghasilan.

3. Mengoptimalkan Pengkreditan Pajak yang Telah Dibayar

Selain angsuran PPh Pasal 25, PPh yang dapat dikreditkan atas PPh Badan yang terutang pada akhir tahun adalah PPh yang dipotong/pungut pihak lain dan sifat pemotongan/pemungutannya tidak final. Perusahaan seringkali kurang memperoleh informasi mengenai hal ini. PPh yang dapat dikreditkan antara lain:

  1. PPh Pasal 22 atas impor atau pembelian solar dari Pertamina,
  2. PPh Pasal 23 dari bunga non bank, royalti,
  3. PPh Pasal 24 yang dipotong di luar negeri, dan
  4. Pembayaran fiskal luar negeri karyawan (setoran a.n karyawan qq. Perusahaan berikut NPWP perusahaan),
  5. STP PPh Pasal 25 (hanya pokok pajak) baik telah dibayar maupun belum.

Ketika menyusun rekonsiliasi fiskal, perusahaan harus memperoleh keyakinan yang cukup bahwa pajak yang dipotong/dipungut pihak lain benar-benar telah disetor oleh pemotong/pemungut pajak ke kas negara. Keyakinan demikian sangat diperlukan karena pada saat pemeriksaan pajak petugas akan menempuh prosedur konfirmasi ke bank tempat pajak yang telah dipotong/dipungut tersebut disetorkan atau ke KPP tempat pemotong/pemungut tersebut melaporkan SPT-nya.

Salah satu caranya adalah dengan melakukan ekualisasi setiap bulan antara bukti fisik pemungutan PPh 22 dan/atau pemotongan PPh 23 dengan Uang Muka PPh terkait yang telah dicatat di neraca. Jika timbul selisih, atas selisih tersebut dapat segera ditindaklanjuti dengan cara meminta pihak pemungut/pemotong pajak untuk menyerahkan bukti pemungutan/ pemotongannya.

4. Transaksi Afiliasi

  1. Jenis transaksi afiliasi yang sangat berisiko bila ditinjau dari aspek perpajakan sesuai Pasal 18 ayat 3 UU PPh, di antaranya:
    1. Untuk transaksi usaha, Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan biaya untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
    2. Untuk pinjaman, Dirjen Pajak berwenang untuk menentukan tingkat bunga yang wajar atas transaksi utang piutang antar pihak yang mempunyai hubungan isitimewa. Hal ini berarti akan merugikan perusahaan karena perusahaan harus memotong PPh Pasal 23 berdasarkan tingkat bunga wajar dan ada kemungkinan dikenakan sanksi oleh pihak pajak karena kurang memotong. Bagi perusahan induk, atas penghasilan bunga tersebut akan dikoreksikan positif sehingga laba kena pajak akan lebih tinggi.
    3. Atas transaksi utang piutang berupa reimbursment cost yang biasa dilakukan antar induk dan anak perusahaan memiliki kemungkinan adanya implikasi perpajakan berupa kewajiban memungut PPN dan/ atau memotong PPh Pasal 23. Hal ini dapat terjadi apabila pihak pajak mengindikasikan adanya objek pemungutan PPN dan objek pemotongan pajak atas transaksi utang piutang affiliasi tersebut.
  2. Hal-hal yang harus dilakukan:
    1. Diupayakan semaksimal mungkin agar transaksi pembelian barang atau pun pemanfaatan jasa, yang biasanya dilakukan melalui induk perusahan, dapat dilakukan langsung oleh perusahaan yang menggunakannya. Dengan demikian, tidak muncul adanya transaksi utang afiliasi antara anak perusahaan dengan induk perusahaan. Dengan cara ini, dapat diminimalkan risiko pemungutan PPN maupun pemotongan PPh Pasal 23 karena transaksi utang piutang afiliasi.
    2. Dalam hal dilakukan pemberian pinjaman kepada anak perusahaan tanpa bunga, harus terpenuhi kriteria sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 PP 94/2010 yang berlaku sejak 30 Desember 2010, yaitu :
      • Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham pemberi pinjaman itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain.
      • Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman kepada perusahaan penerima pinjaman telah setor dalam keadaan seluruhnya.
      • Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan rugi.
      • Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.

Apabila salah satu dari keempat unsur di atas tidak terpenuhi, atas pinjaman tersebut akan dilakukan koreksi oleh kantor pajak dan menjadi terutang bunga dengan tingkat bunga wajar. Hal ini akan menambah beban biaya bagi perusahaan.

Karena itu, apabila ada transaksi pinjam meminjam antara perusahaan dengan induk perusahaan, perlu dibuat perjanjian pinjaman yang sekurang-kurangnya memuat tentang pokok pinjaman, jangka waktu, dan tingkat bunga yang dibebankan. Seandainya tidak ada pembebanan bunga, hal tersebut harus secara tegas dinyatakan di dalam perjanjian tersebut.

  1. Menyiapkan Transfer Pricing Documentation sesuai PerDirjen Pajak No. Per- 43/PJ/2010 juncto Per-32/PJ/2011.

5. Bunga Pinjaman dan Deposito

Seringkali uang kas yang menganggur (idle cash) untuk satu atau dua bulan perusahaan investasikan di bank dalam bentuk deposito berjangka. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 131 tahun 2000, atas bunga deposito dipotong pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 20%. Bila perusahaan tidak mempunyai utang, hal ini tidak menjadi masalah. Akan tetapi, bila perusahaan tersebut mempunyai utang dengan tingkat bunga yang lebih besar dari tingkat bunga deposito, perusahaan tersebut akan mengalami kerugian karena berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-46/PJ.42/1995, sebagian bunga atas utang tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.

Untuk menghindari masalah tersebut, beberapa cara yang dapat ditempuh perusahaan, antara lain:

  1. Perusahaan sebaiknya menempatkan dana yang belum dipergunakan dalam bentuk rekening giro, tidak dalam bentuk deposito. Jika memungkinkan dilakukan negosiasi dengan bank yang bersangkutan agar bunga gironya lebih besar dari biasanya karena saldo yang kita miliki cukup besar.
  2. Alternatif lain yang dapat diambil adalah dengan memanfaatkan dana tersebut di dalam instrumen keuangan yang tidak terkena pajak final, misalnya promes, didepositokan di luar negeri, atau dipinjamkan pada perusahaan afiliasi.

6. Biaya Entertaiment

Seringkali perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan fiskal langsung melakukan koreksi fiskal positif atas biaya entertainment. Dengan demikian, perusahaan akan membayar pajak lebih besar 25% mulai tahun 2010 dari total biaya entertainment yang dikoreksi positif. Untuk menghindari beban pajak yang seharusnya, perusahaan membuat Daftar Nominatif sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-27/PJ.22/1986 dan melampirkannya dalam SPT Tahunan PPh Badan serta menyimpan bukti pendukung pengeluaran entertainment tersebut. Dengan demikian, perusahaan akan memperoleh penghematan pajak sebesar 25% dari biaya entertainment yang boleh dikurangkan.

Daftar nominatif berisi :

  1. Nomor urut.
  2. Tanggal ¡§entertainment¡¨ dan sejenisnya yang telah diberikan.
  3. Nama tempat ¡§entertainment¡¨ dan sejenisnya yang telah diberikan.
  4. Alamat ¡§entertainment¡¨ dan sejenisnya yang telah diberikan.
  5. Jenis ¡§entertainment¡¨ dan sejenisnya yang telah diberikan.
  6. Jumlah (Rp) ¡§entertainment¡¨ dan sejenisnya yang telah diberikan.
  7. Relasi usaha yang diberikan ¡§entertainment¡¨ dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut di atas (Nama, Posisi, Nama perusahaan, dan Jenis usaha)

DAFTAR NOMINATIF BIAYA ENTERTAINMENT DAN SEJENISNYA
TAHUN PAJAK :

Nomor Pemberian entertaiment dan sejenisnya Relasi usaha yang diberikan entertainment dan sejenisnya Keterangan
Tanggal Tempat Alamat Jenis Jumlah (Rp) Nama Posisi Nama Perusahaan Jenis
Usaha
                     
                     

Ilustrasi tabel di bawah ini memberikan contoh penerapan tax planning untuk biaya jamuan. Alternatif 1 memberikan gambaran perlakuan pajak ketika pemberian imbalan kepada pihak ketiga, misalnya terkait dengan pengurusan izin, diperlakukan sebagai biaya entertainment. Akibatnya, biaya tersebut dikoreksi dan tidak menjadi objek PPh pasal 21. Menurut Alternatif 2, pengeluaran tersebut dicatat sebagai biaya honor atau sejenisnya. Sesuai Pasal 3 ayat 3 angka 6 PerDirjen Pajak No. Per-31/PJ/2009, pengeluaran tersebut merupakan objek PPh Pasal 21.

Uraian

Alternatif 1

Alternatif 2

  LR Intern LR Fiskal LR Intern LR Fiskal
Penghasilan 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Biaya Operasi        
-By Entertainment 1.000.000 - - -
-By Honor - - 1.000.000 1.000.000
-By tunj pjk (grossup) - - 30.928 30.928
    - ---------------- ----------------
  1.000.000   1.030.928 1.030.928
Penghasilan netto 500.000 1.500.000 469.072 469.072
PPh yang dibayar        
-PPh Badan (25%)   375.000   117.268
-PPh Pasal 21 (5% X 120% X 50%)  

-

  309.928
    ---------------   ----------------
    375.000   148.196
    ---------------   ----------------
Tax Saving       226.804

Ketentuan di atas berbunyi bahwa penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi emberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan. Berdasarkan ketentuan ini dan merujuk pada Pasal 17 ayat 5a UU PPh dan Pasal 16 ayat 1 huruf c PerDirjen 57/PJ/2009, PPh Pasal 21 dihitung berdasarkan tarif progresif x 120% X 50% X imbalan bruto. Dalam Alternatif 2 di atas, tarifnya adalah 5% x 120% x 50% x Rp 1.000.000 atau sebesar Rp 30.928,00.

7. Daftar Nominatif Biaya Promosi

Sesuai dengan PerMenkeu No. 02/PMK.03/2010, Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain. Daftar nominatif tersebut paling sedikit harus memuat data penerima berupa

  1. nama,
  2. Nomor Pokok Wajib Pajak,
  3. alamat,
  4. tanggal,
  5. bentuk dan jenis biaya,
  6. besarnya biaya,
  7. nomor bukti pemotongan dan
  8. besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong.

Daftar nominatif tersebut dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran PerMenkeu No. 02/PMK.03/2010. Daftar nominatif tersebut dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan.

8. Memahami teknik ekualisasi antaran omzet PPh Badan dan penyerahan menurut PPN

Khusus untuk proses ekualisasi antara peredaran usaha menurut SPT PPh Badan dan nilai penyerahan yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN Januari-Desember, tekniknya diuraikan lebih detil dalam tabel matriks berikut ini.

Teknik Deskripsi
Ekualisasi Jika ada selisih dari hasil ekualisasi, hal tsb bisa disebabkan oleh
  1. selisih kurs antara kurs pajak di SPT PPN dan kurs tengah BI/kurs perusahaan utk SPT PPh Badan
  2. diskon (di SPT PPh muncul terpisah setelah penjualan bruto, tapi di SPT Masa tidak muncul karena sudah di-offset dengan nilai penyerahan)
  3. uang muka penjualan (di SPT PPN dilaporkan sbg penyerahan terutang PPN, tapi di SPT PPh Badan dilaporkan di neraca)
  4. adanya perbedaan pengakuan pendapatan (revenue) dan penjualan (sales)
  5. beda waktu penerbitan invoice komersial dengan faktur pajak standar, khususnya untuk bulan Desember dan Januari tahun berikutnya (untuk transaksi sblm 1 April 2010)
  6. beda waktu penerbitan invoice komersial dengan faktur standar, khususnya untuk transaksi jasa konstruksi yang menggunakan termijn pembayaran. Dalam hal ini FP standar boleh diterbitkan paling lambat pada saat uang diterima (lihat Per-13/PJ./2010)
  7. pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma
  8. penyerahan yang terutang PPN dilaporkan sebagai other income di SPT PPh Badan
  9. pendapatan yang diakui berdasarkan amortisasi unearned revenue (misalnya pembayaran sewa gedung yang dibayarkan di awal periode dan PPN-nya langsung terutang pada saat itu, tapi pengakuan pendapatannya dilakukan secara bertahap selama termin yang disepakati)
  10. ada reimbursement ke customer yang dikenakan PPN, padahal reimbursement tidak dilaporkan sbg penjualan, tapi mengurangi biaya penjual atau pemberi jasa
Nomor urut faktur pajak Jiika ada nomor yang loncat, kemungkinan yang muncul adalah
  • FP sudah terbit, tapi belum dilaporkan
  • FP sudah terbit, tapi batal
  • FP memang belum diterbitkan
Gross-up kredit pajak Misal, PT Pemberi Jasa mengakui kredit pajak di tahun 2010 sebesar Rp 1,2 M di SPT PPh Badan. Berdasarkan metode ini, diketahui tarif withholding tax-nya 2%, omzet penjualannya dapat diketahui sebesar Rp 60 M. Jika hal ini terjadi, PT Pemberi Jasa harus bisa menjelaskan bukti potong th 2010 yang terkait dgn pendapatan di 2009 serta pendapatan di 2010 yang bukti potongnya diterima di 2011

9. Memahami teknik pengujian kaitan

Teknik pengujian kaitan di dalam pemeriksaan pajak mencakup hal-hal berikut ini.

  1. Pengujian kaitan atas dokumen dasar (source control)
  2. Pengujian kaitan jumlah-jumlah fisik
    1. Arus barang
      • Penjualan dalam unit = saldo awal persediaan + pembelian - saldo akhir
      • Penjualan dalam rupiah = penjualan dalam unit x harga jual per unit
        Apabila harga jual per unit berfluktuasi sepanjang tahun, dapat digunakan harga jual rata-rata, tetapi hasil perkaliannya hanya bersifat pendekatan
    2. Arus uang
      (Saldo akhir kas/bank + pengeluaran kas/bank - saldo awal kas/bank = penerimaan kas/bank
    3. Arus piutang usaha
      • Penjualan kredit = saldo akhir + pelunasan piutang usaha - saldo awal
      • Total penjualan = penjualan tunai + penjualan kredit
    4. Arus utang
      • Pembelian kredit = saldo akhir + pelunasan utang usaha - saldo awal
      • Total pembelian = pembelian tunai + pembelian kredit

10. Menyiapkan kertas kerja tambahan untuk peredaran usaha

Teknik pengujian arus kas, arus piutang, dan ekualisasi omzet di atas bisa disiasati dengan cara wajib pajak menyiapkan kertas kerja tambahan dalam format MS Excel dan kolomkolomnya sbb.:

  1. Nomor akun penjualan/peredaran usaha di buku besar
  2. Nama akun penjualan/peredaran usaha di buku besar
  3. Nomor voucher
  4. Tanggal voucher
  5. Nomor invoice
  6. Tangal invoice
  7. Nomor Faktur Pajak
  8. Tanggal Faktur Pajak
  9. Nilai Invoice ($)
  10. Nilai Invoice (Rp)
  11. Dasar pengenaan pajak (Rp)
  12. Tanggal pelunasan
  13. Nilai Pelunasan (Rp)
  14. Nomor akun bank penerima pelunasan
  15. Uang muka PPh 23 / PPh Pasal 22
  16. Nomor bukti potong / pungut
  17. Tanggal bukti potong / pungut

11. Menyiapkan kertas kerja tambahan untuk biaya yang menjadi objek pemotongan PPh

Teknik pengujian ekualisasi objek pemotongan PPh dengan biaya di buku besar bisa disiasati dengan cara wajib pajak menyiapkan kertas kerja tambahan dalam format MS Excel dan kolomkolomnya sbb.:

  1. Kode akun biaya
  2. Nama akun biaya
  3. Tanggal transaksi/voucher
  4. Nomor voucher
  5. Nomor Bukti Potong/Pungut
  6. Tanggal Bukti Potong/Pungut
  7. Jenis Pemotongan PPh
  8. PPh dipotong pihak lain (Rp)
  9. Dasar Pengenaan Pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain (Rp)
  10. Dasar Pengenaan Pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain (USD)
  11. Nomor Faktur Pajak Masukan
  12. Tanggal Faktur Pajak Masukan
Profil Penulis

Banner training Tax
Artikel lainnya
Foto Dasar-dasar Tax Planning
Rabu, 21 Mei 2014
Foto PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan
Jumat, 18 April 2014
Foto PSAK 23: Pendapatan
Kamis, 17 April 2014
Foto PSAK 14: Persediaan
Rabu, 16 April 2014
Foto PSAK 19: Aset Tak Berwujud
Selasa, 15 April 2014
Foto PSAK 16: Aset Tetap
Senin, 14 April 2014
Artikel Terkait
Foto Dasar-dasar Tax Planning
Rabu, 21 Mei 2014
Grey Area & Tax Planning
Foto Sekilas Tentang Tax Loopholes & Grey Area
Senin, 19 Mei 2014
Grey Area & Tax Planning
Foto Strategi Umum
Kamis, 20 Maret 2014
Seri Dasar-dasar Tax Planning