Strategi efesiensi PPh Badan akan lebih optimal apabila wajib pajak memahami timbulnya perhitungan penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia, yaitu UU No. 36 tahun 2008 dan peraturan pelaksanannnya. Karena terjadi perbedaan dalam perhitungan laba akuntansi dan laba kena pajak, perusahaan dapat memilih perlakuan pajak yang tepat sehingga dapat menghasilkan efisiensi pajak yang besar. Berikut ini adalah beberapa cara tax planning untuk PPh Badan.
1. Menunda Penghasilan
Misalnya, pembukuan perusahaan ditutup pada tanggal 31 Desember. Pada bulan Desember tersebut terdapat lonjakan permintaan. Pajak atas laba akibat lonjakan permintaan tersebut sudah harus dibayar paling lambat bulan April tahun berikutnya. Di samping itu, angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya otomatis akan menjadi lebih besar. Bila memungkinkan, pengusaha dapat melakukan pendekatan kepada konsumen dan menjual barangnya pada awal bulan Januari tahun berikut. Dengan demikian, pembayaran pajaknya dapat ditunda 1 tahun.
Uraian | Normal | Alternatif 1 | Alternatif 2 | |
a. | Peredaran usaha tahun 2010 | 1.000.000 | 850.000 | 1.000.000 |
b. | Biaya | (700.000) | (700.000) | (850.000) |
c. | Ph neto (a+b) | 300.000 | 150.000 | 150.000 |
d. | Kompensasi rugi fiskal | - | - | - |
e. | Taxable Income (c+d) | 300.000 | 150.000 | 150.000 |
f. | PPh (25%) | 75.000 | 37.500 | 37.500 |
g. | Kredit pajak | - | - | - |
h. | PPh hrs dibayar sendiri (f+g) | 75.000 | 37.500 | 37.500 |
i. | Angsuran PPh 25 tahun 2011 (1/12 x h) | 6.250 | 3.125 | 3.125 |
Berdasarkan tabel di atas, Alternatif 1 menggambarkan pengakuan penghasilan ditunda, sedangkan Alternatif 2 menjelaskan pembebanan biaya dipercepat. Kedua alternatif tersebut menghasilkan efek pajak yang sama. Namun demikian, keputusan bisa berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain karena faktor dalam pengambilan keputusan tidak hanya dari pertimbangan pajak.
2. Mempercepat Pembebanan Biaya
Pada akhir tahun fiskal sebaiknya dilakukan review untuk melihat apakah ada biaya-biaya yang dapat segera dibebankan pada tahun ini. Misalnya, biaya konsultan hukum, konsultan pajak, dan auditor. Dengan demikian, seperti halnya dengan penundaan penghasilan, langkah seperti ini akan dapat menunda pembayaran pajak setahun. Contoh pada tabel sebelumnya menggambarkan hal ini, khususnya Alternatif 2.
Namun demikian, di sisi lain, konsekuensi pembebanan biaya seperti di atas dapat mengakibatkan kewajiban pemotongan pajak seperti PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 (2) sudah harus dilakukan. Untuk itu, perusahaan juga harus mempertimbangkan aspek perpajakan yang satu ini.
Ketika perusahaan untung, alternatif mempercepat pembebanan biaya seperti di atas akan lebih efektif karena PPh Badan dapat diturunkan sampai dengan 25% dari total biaya yang dibebankan, sedangkan dari sudut PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4(2), perusahaan harus memotong pajak sebesar 2% untuk PPh Pasal 23 atau 3%, 4%, 6% atau 10% untuk PPh Pasal 4(2) tergantung jenis penghasilannya dan tahun perolehan penghasilan.
3. Mengoptimalkan Pengkreditan Pajak yang Telah Dibayar
Selain angsuran PPh Pasal 25, PPh yang dapat dikreditkan atas PPh Badan yang terutang pada akhir tahun adalah PPh yang dipotong/pungut pihak lain dan sifat pemotongan/pemungutannya tidak final. Perusahaan seringkali kurang memperoleh informasi mengenai hal ini. PPh yang dapat dikreditkan antara lain:
Ketika menyusun rekonsiliasi fiskal, perusahaan harus memperoleh keyakinan yang cukup bahwa pajak yang dipotong/dipungut pihak lain benar-benar telah disetor oleh pemotong/pemungut pajak ke kas negara. Keyakinan demikian sangat diperlukan karena pada saat pemeriksaan pajak petugas akan menempuh prosedur konfirmasi ke bank tempat pajak yang telah dipotong/dipungut tersebut disetorkan atau ke KPP tempat pemotong/pemungut tersebut melaporkan SPT-nya.
Salah satu caranya adalah dengan melakukan ekualisasi setiap bulan antara bukti fisik pemungutan PPh 22 dan/atau pemotongan PPh 23 dengan Uang Muka PPh terkait yang telah dicatat di neraca. Jika timbul selisih, atas selisih tersebut dapat segera ditindaklanjuti dengan cara meminta pihak pemungut/pemotong pajak untuk menyerahkan bukti pemungutan/ pemotongannya.
4. Transaksi Afiliasi
Apabila salah satu dari keempat unsur di atas tidak terpenuhi, atas pinjaman tersebut akan dilakukan koreksi oleh kantor pajak dan menjadi terutang bunga dengan tingkat bunga wajar. Hal ini akan menambah beban biaya bagi perusahaan.
Karena itu, apabila ada transaksi pinjam meminjam antara perusahaan dengan induk perusahaan, perlu dibuat perjanjian pinjaman yang sekurang-kurangnya memuat tentang pokok pinjaman, jangka waktu, dan tingkat bunga yang dibebankan. Seandainya tidak ada pembebanan bunga, hal tersebut harus secara tegas dinyatakan di dalam perjanjian tersebut.
- Menyiapkan Transfer Pricing Documentation sesuai PerDirjen Pajak No. Per- 43/PJ/2010 juncto Per-32/PJ/2011.
5. Bunga Pinjaman dan Deposito
Seringkali uang kas yang menganggur (idle cash) untuk satu atau dua bulan perusahaan investasikan di bank dalam bentuk deposito berjangka. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 131 tahun 2000, atas bunga deposito dipotong pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 20%. Bila perusahaan tidak mempunyai utang, hal ini tidak menjadi masalah. Akan tetapi, bila perusahaan tersebut mempunyai utang dengan tingkat bunga yang lebih besar dari tingkat bunga deposito, perusahaan tersebut akan mengalami kerugian karena berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-46/PJ.42/1995, sebagian bunga atas utang tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.
Untuk menghindari masalah tersebut, beberapa cara yang dapat ditempuh perusahaan, antara lain:
6. Biaya Entertaiment
Seringkali perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan fiskal langsung melakukan koreksi fiskal positif atas biaya entertainment. Dengan demikian, perusahaan akan membayar pajak lebih besar 25% mulai tahun 2010 dari total biaya entertainment yang dikoreksi positif. Untuk menghindari beban pajak yang seharusnya, perusahaan membuat Daftar Nominatif sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-27/PJ.22/1986 dan melampirkannya dalam SPT Tahunan PPh Badan serta menyimpan bukti pendukung pengeluaran entertainment tersebut. Dengan demikian, perusahaan akan memperoleh penghematan pajak sebesar 25% dari biaya entertainment yang boleh dikurangkan.
Daftar nominatif berisi :
DAFTAR NOMINATIF BIAYA ENTERTAINMENT DAN SEJENISNYA
TAHUN PAJAK :
Nomor | Pemberian entertaiment dan sejenisnya | Relasi usaha yang diberikan entertainment dan sejenisnya | Keterangan | |||||||
Tanggal | Tempat | Alamat | Jenis | Jumlah (Rp) | Nama | Posisi | Nama Perusahaan | Jenis Usaha |
||
Ilustrasi tabel di bawah ini memberikan contoh penerapan tax planning untuk biaya jamuan. Alternatif 1 memberikan gambaran perlakuan pajak ketika pemberian imbalan kepada pihak ketiga, misalnya terkait dengan pengurusan izin, diperlakukan sebagai biaya entertainment. Akibatnya, biaya tersebut dikoreksi dan tidak menjadi objek PPh pasal 21. Menurut Alternatif 2, pengeluaran tersebut dicatat sebagai biaya honor atau sejenisnya. Sesuai Pasal 3 ayat 3 angka 6 PerDirjen Pajak No. Per-31/PJ/2009, pengeluaran tersebut merupakan objek PPh Pasal 21.
Uraian |
Alternatif 1 |
Alternatif 2 |
||
LR Intern | LR Fiskal | LR Intern | LR Fiskal | |
Penghasilan | 1.500.000 | 1.500.000 | 1.500.000 | 1.500.000 |
Biaya Operasi | ||||
-By Entertainment | 1.000.000 | - | - | - |
-By Honor | - | - | 1.000.000 | 1.000.000 |
-By tunj pjk (grossup) | - | - | 30.928 | 30.928 |
- | ---------------- | ---------------- | ||
1.000.000 | 1.030.928 | 1.030.928 | ||
Penghasilan netto | 500.000 | 1.500.000 | 469.072 | 469.072 |
PPh yang dibayar | ||||
-PPh Badan (25%) | 375.000 | 117.268 | ||
-PPh Pasal 21 (5% X 120% X 50%) |
- |
309.928 | ||
--------------- | ---------------- | |||
375.000 | 148.196 | |||
--------------- | ---------------- | |||
Tax Saving | 226.804 |
Ketentuan di atas berbunyi bahwa penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi emberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan. Berdasarkan ketentuan ini dan merujuk pada Pasal 17 ayat 5a UU PPh dan Pasal 16 ayat 1 huruf c PerDirjen 57/PJ/2009, PPh Pasal 21 dihitung berdasarkan tarif progresif x 120% X 50% X imbalan bruto. Dalam Alternatif 2 di atas, tarifnya adalah 5% x 120% x 50% x Rp 1.000.000 atau sebesar Rp 30.928,00.
7. Daftar Nominatif Biaya Promosi
Sesuai dengan PerMenkeu No. 02/PMK.03/2010, Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain. Daftar nominatif tersebut paling sedikit harus memuat data penerima berupa
Daftar nominatif tersebut dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran PerMenkeu No. 02/PMK.03/2010. Daftar nominatif tersebut dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan.
8. Memahami teknik ekualisasi antaran omzet PPh Badan dan penyerahan menurut PPN
Khusus untuk proses ekualisasi antara peredaran usaha menurut SPT PPh Badan dan nilai penyerahan yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN Januari-Desember, tekniknya diuraikan lebih detil dalam tabel matriks berikut ini.
Teknik | Deskripsi |
Ekualisasi | Jika ada selisih dari hasil ekualisasi, hal tsb bisa
disebabkan oleh
|
Nomor urut faktur pajak | Jiika ada nomor yang loncat, kemungkinan yang muncul adalah
|
Gross-up kredit pajak | Misal, PT Pemberi Jasa mengakui kredit pajak di tahun 2010 sebesar Rp 1,2 M di SPT PPh Badan. Berdasarkan metode ini, diketahui tarif withholding tax-nya 2%, omzet penjualannya dapat diketahui sebesar Rp 60 M. Jika hal ini terjadi, PT Pemberi Jasa harus bisa menjelaskan bukti potong th 2010 yang terkait dgn pendapatan di 2009 serta pendapatan di 2010 yang bukti potongnya diterima di 2011 |
9. Memahami teknik pengujian kaitan
Teknik pengujian kaitan di dalam pemeriksaan pajak mencakup hal-hal berikut ini.
10. Menyiapkan kertas kerja tambahan untuk peredaran usaha
Teknik pengujian arus kas, arus piutang, dan ekualisasi omzet di atas bisa disiasati dengan cara wajib pajak menyiapkan kertas kerja tambahan dalam format MS Excel dan kolomkolomnya sbb.:
11. Menyiapkan kertas kerja tambahan untuk biaya yang menjadi objek pemotongan PPh
Teknik pengujian ekualisasi objek pemotongan PPh dengan biaya di buku besar bisa disiasati dengan cara wajib pajak menyiapkan kertas kerja tambahan dalam format MS Excel dan kolomkolomnya sbb.:
Konsultan pajak pemegang sertifikat Brevet C ini merupakan lulusan program MM UGM dan akuntan lulusan STAN Jakarta yang memiliki pemahaman… Info detail...
- | Kupas Tuntas Akuntansi dan Pajak Properti |
- | Kupas Tuntas Akuntansi dan Pajak untuk Usaha Pertambangan Migas |
- | Kupas Tuntas Akuntansi dan Perpajakan Jasa Konstruksi |
- | Rekonsiliasi Fiskal Dan Pengisian SPT Tahunan PPh Badan |
- | Sengketa Pajak [Permasalahan dan Solusi] |
- | Strategi Menghadapi Pemeriksaan, Keberatan dan Banding |
- | Tax Planning vs Creative Accounting |
- | Tips dan Trik Pengisian SPT PPh OP dan SPT PPh Badan 2014 (PER-19/PJ/2014) |
- | Updating PPh Pasal 21: Perubahan PTKP dan SPT 21 (PERMENKEU : 162/PMK.011/2012 ; PER-14/PJ./2013 ; PER-31.PJ.2012) |
- | Updating PPN |
- | Updating Transfer Pricing Documentation |