4. Pemeriksaan
A. Perubahan Tata Cara Pemeriksaan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2012. Hal ini diatur di dalam Pasal 67 PP No. 74/2011. Sebagai
konsekuensinya, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata
cara pemeriksaan pajak, tata cara pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat
Pemberitahuan, tata cara penerbitan surat ketetapan pajak atas permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak terhadap Wajib Pajak yang sedang
dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, dan
tata cara penyegelan. Khusus untuk tata cara pemeriksaan, perubahannya mengacu
pada PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan yang berlaku
mulai 1 Februari 2013.
B. Tujuan, Kriteria, Jenis, dan Hasil Pemeriksaan
Sesuai dengan PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013, yang
ringkasannya terlihat pada Tabel III.4, ada dua tujuan pemeriksaan, yaitu
menguji kepatuhan Wajib Pajak dan tujuan lain. Masing-masing tujuan pemeriksaan
tersebut memiliki kriteria yang berbeda-beda, seperti terlihat pada Tabel III.4.
Jenis pemeriksaan untuk kedua tujuan pemeriksaan tersebut bisa berupa
pemeriksaan kantor atau pemeriksaan lapangan. Metode dan teknik pemeriksaan
diatur secara detil di dalam PerDirjen Pajak No. Per-04/PJ/2012 tentang Pedoman
Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan
Kewajiban Perpajakan (lihat Lampiran 2). Sementara itu, salah satu hasil
pemeriksaan bisa berupa penerbitan SKP, baik SKPKB, SKPKBT, SKP Nihil (SKPN),
dan SKPLB.
Tabel III.4 Tujuan, Kriteria, Jenis, dan Hasil Pemeriksaan
Tujuan |
Kriteria Pemeriksaan |
Jenis Pemeriksaan |
Hasil Pemeriksaan |
- Menguji
kepatuhan
|
- Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan
lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada 17B
Undang-Undang KUP;
- Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak;
- Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan
rugi;
- Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran,
likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya;
- Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan
atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
- Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat
Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan
dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan
berdasarkan analisis risiko; atau
- Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk
dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.
|
- Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal
atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu
oleh Pemeriksa Pajak
- Pemeriksaan Kantor
Pemeriksaan yang
dilakukan di kantor
Direktorat Jenderal Pajak
|
- Pemeriksaan Lapangan diselesaikan dengan cara:
- menghentikan Pemeriksaan dengan membuat Laporan Hasil
Pemeriksaan Sumir;
- membuat Laporan Hasil Pemeriksaan, sebagai dasar penerbitan
surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan; atau
- mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Pemeriksaan Kantor diselesaikan dengan cara:
- menghentikan Pemeriksaan dengan membuat Laporan Hasil
Pemeriksaan Sumir;
- membuat Laporan Hasil Pemeriksaan, sebagai dasar penerbitan
surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan; atau
- mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan
|
- Tujuan lain
|
- pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan selain yang
dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
- penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak selain yang dilakukan
berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
- pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
- Wajib Pajak mengajukan keberatan;
- pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan
penghasilan neto;
- pencocokan data dan/atau alat keterangan;
- penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
- penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
- Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
- penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu
kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas
perpajakan; dan/atau
- memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda.
|
- Pemeriksaan Lapangan
- Pemeriksaan Kantor
|
Laporan hasil Pemeriksaan sebagai dasar untuk melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tertentu
yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan |
Sumber: diolah dari PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013 juncto PerDirjen Pajak No.
Per-34/PJ/2011 dan PerDirjen Pajak No. Per-35/PJ/2011
C. Penjelasan atas Hasil Pemeriksaan
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Dirjen
Pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang
dibayar. Hal ini diatur di dalam Pasal 13 UU KUP 2007 juncto Pasal 13 dan Pasal
14 Peraturan Pemerintah No. 74/2011 juncto Pasal 2 ayat (4) PerMenkeu No.
17/PMK.03/2013. Penerbitan SKPKB tersebut didasarkan hasil Pemeriksaan terhadap:
- Surat Pemberitahuan; atau
- kewajiban perpajakan Wajib Pajak karena Wajib Pajak tidak menyampaikan
Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(3) Undang- Undang KUP dan setelah ditegur secara tertulis, Surat Pemberitahuan
tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
- Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap
Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara, dan terhadap Putusan Pengadilan tersebut tidak dilakukan Verifikasi.
SKPKBT sesuai dengan Pasal 2 ayat (5) PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013 diterbitkan
berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Pemeriksaan Ulang terhadap :
- data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang
termasuk data yang semula belum terungkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
- data baru dalam Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara dan terhadap data baru dalam Putusan Pengadilan tersebut
tidak dilakukan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 3).
Pasal 2 ayat (6) PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013 mengatur
bahwa Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17A ayat (1) Undang-Undang KUP berdasarkan
hasil Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan apabila
- jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah
pajak yang terutang, atau
- pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran
pajak
Untuk SKPLB, Pasal 2 ayat (7) PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013
mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar dalam hal berdasarkan hasil Pemeriksaan terhadap :
- Surat Pemberitahuan terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
- permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak
yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
Sanksi yang dikenakan dalam STP, SKPKB, dan atau SKPKB
sebagai hasil pemeriksaan sesuai dengan uraian di atas berupa sanksi
administrasi sesuai dengan UU KUP. Sanksi tersebut bisa berupa bunga 2% per
bulan, denda, dan atau kenaikan. Penerapan sanksi administrasi tersebut
berbeda-beda tergantung ketentuan di dalam UU KUP yang dilanggar. Dalam hal ini,
tidak ada sanksi pidana yang dikenakan dari hasil pemeriksaan.
Penerbitan STP dan SKP sebagai hasil pemeriksaan di atas
merupakan hasil akhir dari Pemeriksaan Lapangan, sebagaimana diuraikan
sebelumnya dalam Tabel I.4. Dalam hal pada saat Pemeriksaan ditemukan adanya
indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, Pemeriksaan ditindaklanjuti dengan
Pemeriksaan Bukti Permulaan. Sesuai dengan Pasal 12 Peraturan Pemerintah No.
74/2012, Pemeriksaan selanjutnya ditangguhkan sampai dengan:
- Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan karena Wajib Pajak mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP;
- Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan dengan penerbitan SKPKB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A UU KUP;
- Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi
yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia;
- Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti
permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
- Penyidikan dihentikan sesuai dengan ketentuan Pasal 44A UU KUP atau Pasal
44B UU KUP; atau
- Putusan Pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah
diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada
paragraf di atas dilanjutkan apabila:
- Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi
yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia;
- Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti
permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
- Penyidikan dihentikan karena Pasal 44A UUKUP, yaitu
- tidak terdapat cukup bukti, atau
- peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan,
atau
- penyidikan dihentikan karena peristiwanya telah daluwarsa, atau
- tersangka meninggal dunia; atau
- Putusan Pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah
diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 44B UUKUP 2007:
- Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri
Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak
tanggal surat permintaan.
- Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
sebagaimana dimaksud pada ayat
- hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang
tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan
dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4
(empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau
yang tidak seharusnya dikembalikan.
|
Dapat juga terjadi bahwa Pemeriksaan yang ditangguhkan
sebagaimana dimaksud pada paragraf di atas dihentikan apabila:
- Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan karena Wajib Pajak mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP;
- Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan karena terhadap Wajib Pajak
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13A UU KUP; atau
- Penyidikan dihentikan karena Pasal 44B UU KUP.
Direktur Jenderal Pajak masih dapat melakukan Pemeriksaan apabila setelah
Pemeriksaan dihentikan, terdapat data selain yang diungkapkan dalam Pasal 8 ayat
(3) UU KUP atau Pasal 44B UU KUP.
Sementara itu, penyelesaian Pemeriksaan dengan
membuat LHP Sumir, sesuai dengan Pasal Pasal 21 PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013,
dilakukan dalam hal:
- Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah
dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa:
- tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
- tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan
sejak tanggal Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
- Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor ditangguhkan karena
ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tersebut:
- tidak dilanjutkan dengan penyidikan karena Wajib Pajak mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)
Undang-Undang KUP;
- tidak dilanjutkan dengan penyidikan tetapi diselesaikan dengan menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A
Undang-Undang KUP; atau
- dilanjutkan dengan penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan karena tidak
dilakukan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP
- Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena
ditindaklanjuti dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti
Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut dihentikan karena memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.
- Pemeriksaan Ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak
yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
- Terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal
Pajak.
Di dalam proses Pemeriksaan, dimungkinkan terjadi bahwa
pemeriksa memerlukan informasi dari negara lain terkait dengan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty) yang selanjutnya disebut P3B.
Pengertian P3B ini dijelaskan PerDirjen Pajaka No. Per-67/PJ/2009. P3B adalah
perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara Mitra P3B dalam
rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak. Dalam hal
ini, otoritas pajak Indonesia dan negara pihak lain sesuai P3B melakukan
pertukaran informasi atay Exchange of Information) yang selanjutnya disebut EOI.
EOI merupakan fasilitas pertukaran informasi perpajakan yang terdapat didalam
P3B yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Negara
Mitra P3B untuk upaya pencegahan penghindaran pajak (tax avoidance), pengelakan
pajak (tax evasion), dan penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak
(tax
treaty abuse). EOI ini dapat dilakukan oleh setiap unit Direktorat Jenderal
Pajak dalam hal sedang dilakukan penelitian, pemeriksaan, penyidikan, dan
penelaahan atas permohonan keberatan Wajib Pajak yang terkait dengan transaksi
internasional.