ArticleTax  Pemeriksaan
Kamis, 13 Februari 2014
Tax
Seri Update Pengujian Kepatuhan Wajib Pajak
Pemeriksaan
by: Prianto Budi Saptono
Foto Pemeriksaan

4. Pemeriksaan

A. Perubahan Tata Cara Pemeriksaan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012. Hal ini diatur di dalam Pasal 67 PP No. 74/2011. Sebagai konsekuensinya, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan pajak, tata cara pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan, tata cara penerbitan surat ketetapan pajak atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, dan tata cara penyegelan. Khusus untuk tata cara pemeriksaan, perubahannya mengacu pada PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan yang berlaku mulai 1 Februari 2013.

B. Tujuan, Kriteria, Jenis, dan Hasil Pemeriksaan

Sesuai dengan PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013, yang ringkasannya terlihat pada Tabel III.4, ada dua tujuan pemeriksaan, yaitu menguji kepatuhan Wajib Pajak dan tujuan lain. Masing-masing tujuan pemeriksaan tersebut memiliki kriteria yang berbeda-beda, seperti terlihat pada Tabel III.4. Jenis pemeriksaan untuk kedua tujuan pemeriksaan tersebut bisa berupa pemeriksaan kantor atau pemeriksaan lapangan. Metode dan teknik pemeriksaan diatur secara detil di dalam PerDirjen Pajak No. Per-04/PJ/2012 tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (lihat Lampiran 2). Sementara itu, salah satu hasil pemeriksaan bisa berupa penerbitan SKP, baik SKPKB, SKPKBT, SKP Nihil (SKPN), dan SKPLB.

Tabel III.4 Tujuan, Kriteria, Jenis, dan Hasil Pemeriksaan

Tujuan Kriteria Pemeriksaan Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
  1. Menguji kepatuhan
  1. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada 17B Undang-Undang KUP;
  2. Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
  3. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
  4. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
  5. Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
  6. Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko; atau
  7. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.
  1. Pemeriksaan Lapangan Pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak
  2. Pemeriksaan Kantor Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak
  1. Pemeriksaan Lapangan diselesaikan dengan cara:
    1. menghentikan Pemeriksaan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir;
    2. membuat Laporan Hasil Pemeriksaan, sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; atau
    3. mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  2. Pemeriksaan Kantor diselesaikan dengan cara:
    1. menghentikan Pemeriksaan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir;
    2. membuat Laporan Hasil Pemeriksaan, sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; atau
    3. mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
  1. Tujuan lain
  1. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
  2. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
  3. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
  4. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
  5. pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto;
  6. pencocokan data dan/atau alat keterangan;
  7. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
  8. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
  9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
  10. penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau
  11. memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
  1. Pemeriksaan Lapangan
  2. Pemeriksaan Kantor
Laporan hasil Pemeriksaan sebagai dasar untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tertentu yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan

Sumber: diolah dari PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013 juncto PerDirjen Pajak No. Per-34/PJ/2011 dan PerDirjen Pajak No. Per-35/PJ/2011

C. Penjelasan atas Hasil Pemeriksaan

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar. Hal ini diatur di dalam Pasal 13 UU KUP 2007 juncto Pasal 13 dan Pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 74/2011 juncto Pasal 2 ayat (4) PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013. Penerbitan SKPKB tersebut didasarkan hasil Pemeriksaan terhadap:

  1. Surat Pemberitahuan; atau
  2. kewajiban perpajakan Wajib Pajak karena Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Undang- Undang KUP dan setelah ditegur secara tertulis, Surat Pemberitahuan tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
  3. Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dan terhadap Putusan Pengadilan tersebut tidak dilakukan Verifikasi.

SKPKBT sesuai dengan Pasal 2 ayat (5) PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013 diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil Pemeriksaan Ulang terhadap :

  1. data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang termasuk data yang semula belum terungkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
  2. data baru dalam Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan terhadap data baru dalam Putusan Pengadilan tersebut tidak dilakukan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 3).

Pasal 2 ayat (6) PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013 mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17A ayat (1) Undang-Undang KUP berdasarkan hasil Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan apabila

  1. jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau
  2. pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak

Untuk SKPLB, Pasal 2 ayat (7) PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013 mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dalam hal berdasarkan hasil Pemeriksaan terhadap :

  1. Surat Pemberitahuan terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
  2. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

Sanksi yang dikenakan dalam STP, SKPKB, dan atau SKPKB sebagai hasil pemeriksaan sesuai dengan uraian di atas berupa sanksi administrasi sesuai dengan UU KUP. Sanksi tersebut bisa berupa bunga 2% per bulan, denda, dan atau kenaikan. Penerapan sanksi administrasi tersebut berbeda-beda tergantung ketentuan di dalam UU KUP yang dilanggar. Dalam hal ini, tidak ada sanksi pidana yang dikenakan dari hasil pemeriksaan.

Penerbitan STP dan SKP sebagai hasil pemeriksaan di atas merupakan hasil akhir dari Pemeriksaan Lapangan, sebagaimana diuraikan sebelumnya dalam Tabel I.4. Dalam hal pada saat Pemeriksaan ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, Pemeriksaan ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan. Sesuai dengan Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 74/2012, Pemeriksaan selanjutnya ditangguhkan sampai dengan:

  1. Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP;
  2. Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan dengan penerbitan SKPKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A UU KUP;
  3. Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia;
  4. Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
  5. Penyidikan dihentikan sesuai dengan ketentuan Pasal 44A UU KUP atau Pasal 44B UU KUP; atau
  6. Putusan Pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada paragraf di atas dilanjutkan apabila:

  1. Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan meninggal dunia;
  2. Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
  3. Penyidikan dihentikan karena Pasal 44A UUKUP, yaitu
    1. tidak terdapat cukup bukti, atau
    2. peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan, atau
    3. penyidikan dihentikan karena peristiwanya telah daluwarsa, atau
    4. tersangka meninggal dunia; atau
  4. Putusan Pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 44B UUKUP 2007:

  1. Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
  2. Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat
    1. hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

Dapat juga terjadi bahwa Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada paragraf di atas dihentikan apabila:

  1. Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP;
  2. Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan karena terhadap Wajib Pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A UU KUP; atau
  3. Penyidikan dihentikan karena Pasal 44B UU KUP.

Direktur Jenderal Pajak masih dapat melakukan Pemeriksaan apabila setelah Pemeriksaan dihentikan, terdapat data selain yang diungkapkan dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP atau Pasal 44B UU KUP.

Sementara itu, penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir, sesuai dengan Pasal Pasal 21 PerMenkeu No. 17/PMK.03/2013, dilakukan dalam hal:

  1. Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa:
    1. tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
    2. tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
  2. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tersebut:
    1. tidak dilanjutkan dengan penyidikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP;
    2. tidak dilanjutkan dengan penyidikan tetapi diselesaikan dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP; atau
    3. dilanjutkan dengan penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan karena tidak dilakukan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP
  3. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.
  4. Pemeriksaan Ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
  5. Terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

Di dalam proses Pemeriksaan, dimungkinkan terjadi bahwa pemeriksa memerlukan informasi dari negara lain terkait dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty) yang selanjutnya disebut P3B. Pengertian P3B ini dijelaskan PerDirjen Pajaka No. Per-67/PJ/2009. P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara Mitra P3B dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak. Dalam hal ini, otoritas pajak Indonesia dan negara pihak lain sesuai P3B melakukan pertukaran informasi atay Exchange of Information) yang selanjutnya disebut EOI. EOI merupakan fasilitas pertukaran informasi perpajakan yang terdapat didalam P3B yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Negara Mitra P3B untuk upaya pencegahan penghindaran pajak (tax avoidance), pengelakan pajak (tax evasion), dan penyalahgunaan P3B oleh pihak-pihak yang tidak berhak (tax
treaty abuse). EOI ini dapat dilakukan oleh setiap unit Direktorat Jenderal Pajak dalam hal sedang dilakukan penelitian, pemeriksaan, penyidikan, dan penelaahan atas permohonan keberatan Wajib Pajak yang terkait dengan transaksi internasional.

Profil Penulis

Banner training Tax
Artikel lainnya
Foto Verifikasi
Rabu, 12 Februari 2014
Foto Penelitian
Selasa, 11 Februari 2014
Foto Jenis Pengujian Kepatuhan Perpajakan
Senin, 10 Februari 2014
Foto Fasilitas di Bidang PPN
Sabtu, 8 Februari 2014
Foto Cell References
Kamis, 6 Februari 2014
Foto Kegiatan Membangun Sendiri
Kamis, 6 Februari 2014
Artikel Terkait
Foto Verifikasi
Rabu, 12 Februari 2014
Seri Update Pengujian Kepatuhan Wajib Pajak
Foto Penelitian
Selasa, 11 Februari 2014
Seri Update Pengujian Kepatuhan Wajib Pajak
Foto Jenis Pengujian Kepatuhan Perpajakan
Senin, 10 Februari 2014
Seri Update Pengujian Kepatuhan Wajib Pajak