
F. Kuasa Pertambangan (KP)
Istilah Kuasa Pertambangan atau KP
tidak diatur lagi di dalam UU 4/2009. Istilah KP ini tertuang di dalam Pasal 2
huruf I UU 11/1967 yang menyebutkan bahwa kuasa pertambangan adalah wewenang
yang diberikan kepada badan/perseorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan.
Di dalam Ketentuan Peralihan UU 4/2009 hanya diatur tentang Kontrak Karya dan
PKP2B. Pengaturan KP tertuang di dalam Pasal 10 ayat (1) UU 11/1967 yang
menyebutkan bahwa Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dapat
dilaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara yang
bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan.
Melalui penerbitan PP 23/2010, di
dalam Pasal 112 tentang Ketentuan Peralihan,permasalahan payung hukum KP menjadi
terselesaikan. Di dalam ketentuan tersebut di antaranya diatur bahwa kuasa
pertambangan, surat izin pertambangan daerah, dan surat izin pertambangan rakyat,
yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum
ditetapkannya PP 23/2010 tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhir serta
wajib:
- disesuaikan menjadi IUP atau IPR sesuai dengan ketentuan PP 23/2010 dalam
jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya PP 23/2010 dan khusus
BUMN dan BUMD, untuk
IUP Operasi Produksi merupakan IUP Operasi Produksi pertama;
- menyampaikan rencana kegiatan pada seluruh wilayah kuasa pertambangan sampai
dengan jangka waktu berakhirnya kuasa pertambangan kepada Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya;
- melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling
lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan
Mineral dan Batubara.